Oleh: Yudi Juliana
Hari ke 4 Tim Rumah Zakat tiba di Kp. Kalangga Ds. Kawango Kec. Pandawai Kab. Sumba Timur. Penduduk di sini mayoritas berprofesi sebagai nelayan tradisional. Kondisi rumahnya tidak jauh berbeda dengan kampung yang dikunjungi hari pertama, begitu juga dengan penerangan listriknya, tapi di Kp. Kalangga ini atap rumahnya terbuat dari jerami dan daun rumbia.
Tidak setiap hari mereka bisa melaut, tergantung kondisi cuaca saat itu. Untuk membantu suami, perempuan di sini membuat kain tenun khas pulau Sumba. Dalam satu bulan bisa menghasilkan 2-3 lembar kain untuk selendang dan ikat kepala. Kalau kain untuk membuat pakaian bisa lebih lama lagi, bahkan bisa sampai satu tahun.
Jika ada yang mau membeli, baru mereka menjualnya. Harga mulai dari ratusan ribu rupiah untuk ikat kepala dan selendang, hingga satu juta rupiah untuk bahan pakaian. Meski terbilang mahal tapi proses pembuatannya yang memakan waktu lama, jika dihitung untuk menutupi biaya hidup dan oprasionalnya saja ternyata tidak mencukupi.
Di kampung ini hanya ada satu rumah yang memiliki TV 14”, dengan aliran listrik dari baterai aki di siang hari dan genset saat malam. Jika tidak ada bahan bakar, mereka akan berpuasa juga menikmati hiburan dari kotak ajaib ini. Rumah tersebut selalu dikunjungi warga yang hendak menonton, sebab pemilik rumah memang membebaskan siapa saja yang ingin menikmatinya, “Silakan saja lihat TV, meraka juga berhak mendapat informasi dan hiburan,” kata pemilik TV.
Karena warga muslim di sini sudah berkelompok dalam satu kampung, ketua RT dan RW pun semuanya dari orang muslim. Menurut ketua RW 01 Lukman Ende (54),” Warga di sini tidak ada yang merantau, mereka tinggal di kampung dan meneruskan pekerjaan yang telah diwariskan turun temurun. Agama Islam masuk ke sini baru satu generasi, sebelumnya penduduknya menganut kepercayaan Merapu”.
Kedatangan Rumah Zakat di kampung ini untuk memberikan bantuan Gizi berupa kornet Superqurban, sebanyak 600 kaleng kornet Superqurban dialokasikan untuk kampung ini .
“Tidak pernah ada bantuan yang singgah kesini, kecuali dari pemerintah setahun lalu, yaitu berupa pengadaan Genset dengan pengoprasian dan perawatannya dilakukan oleh warga. Baru kali ini ada bantaun makanan dari luar, setahun kamarin kami bersama-sama membeli kambing dan dipotong untuk qurban,” Lukman menambahkan.
Menjalani kegiatan setiap hari tanpa perkembangan yang berarti dengan penghasilan tetap, diringi dengan biaya hidup yang semakin tinggi, tentu sulit meretas mimpi untuk hidup lebih baik. Tapi itulah kenyataan yang harus dihadapi setiap hari di sini. Semoga kita bisa memberikan kontribusi lebih bagi saudara-saudar kita ini.
Foto: Angga Aditya