Ibadah Qurban merupakan lahan bagi ummat Islam untuk saling berinteraksi dalam arti pendekatan secara lahir batin diantara sesama manusia. Secara lahiriah, telihat kebersamaan diantara ummat Islam dalam bergotong royong menyembelih hewan qurban.
Saling interaksi antara yang satu dengan yang lain memperlihatkan adanya persatuan diantara ummat Islam sebagai simbol kesatuan ummat ini dalam penyelenggaraan Ibadah qurban. Antara si kaya dengan si miskin, antara aghniya? (orang kaya) dan kaum dhuafa?, antara pengusaha dan karyawannya yang satu dengan yang lain saling membantu. Ini adalah yang biasa kita saksikan ketika melihat penyelenggaraan penyembelihan qurban di masjid-masjid di sekitar kita.
Rasanya ini merupakan suatu gambaran yang menyenangkan ketika kita menyelenggarakan penyembelihan ibadah qurban. Banyaknya hewan qurban yang dilimpahkan kepada panitia qurban di masjid-masjid, dan masyarakat berkumpul membantu pelaksanaan penyembelihan hewan qurban dan lain sebagainya.
Namun disisi lain kita jarang memperhatikan masyarakat yang jauh dari keramaian orang-orang kaya. Mereka makan dan minum seadanya, dengan sayur-mayur yang diperoleh dari tanaman disekitar rumah tanpa harus membeli, hanya untuk sekedar mempertahankan hidup. Pada hari raya Idul Adha, di mana masyarakat yang banyak aghniya?nya menyembelih hewan qurban, mereka jarang merasakan nikmatnya makan daging qurban yang dibagikan secara cuma-cuma tanpa harus beli.
Memang kondisi mereka jauh dari orang-orang kaya yang tiap tahunnya bisa menyelenggarakan penyembelihan hewan qurban di masyarakatnya. Sehingga untuk mendapatkan daging kurbanpun mereka harus berjuang keras meminta dari masjid ke masjid, atau dari panitia qurban yang satu ke panitia qurban yang lain dengan menempuh perjalanan yang cukup lama.
Melihat kondisi yang demikian maka Rumah Zakat Indonesia sejak tahun 2000 menyelenggarakan ibadah qurban yang dikornetkan dagingnya. Tujuan dari pengkornetan daging qurban ini adalah untuk efisiensi dan tepat sasaran. Artinya dengan pengkornetan daging qurban akan lebih tahan lama (setidaknya 3 tahun), dan sewaktu-waktu bisa dibagikan secara berkelanjutan dan terprogram untuk daerah binaan yang perlu penanganan secara khusus. Atau bisa dibagikan kepada daerah-daerah konflik dan daerah korban bencana. Tanpa harus menanggung resiko yang lebih besar, seperti susah membawa ke lokasi, belum kambing mati karena perjalanan jauh dan terlalu capek, dan lain-lain kesusahan yang menimpa.
Dalam musibah tanah longsor di Banjarnegara dan musibah banjir bandang di Cilacap Jawa Tengah bulan Ramadhan 1426 H kemarin misalnya, kornet qurban ini pun menjadi bentuk penyaluran yang pas dan tidak menyulitkan panitia pelaksana.
Kornet merupakan salah satu alternatif dari efisiensi ibadah qurban, dalam memudahkan para pekurban untuk menyampaikan ke tempat-tempat yang jauh dan terpencil sekalipun. Sebenarnya kornet qurban, bukanlah hal yang baru. Di Mekkah hampir tiap tahun ketika datang hari Raya Haji, para jema?ah haji yang membayar Dam yang diserahkan ke pada pemeritahan Arab Saudi tidak semuanya disembelih di Mekkah.
Ada sebagian daging Qurban yang dikornetkan untuk kemudian dibagikan ke negara-negara miskin di Afrika dalam bentuk kalengan kornet. Sungguh ini merupakan terobosan baru dalam pengelolaan daging qurban agar lebih tepat guna, tepat sasaran dan lebih membawa manfaat yang lebih banyak daripada qurban disembelih sendiri. Wallahu a?lam bishowab.
(April Purwanto, S.Ag/divisi ZISWAF Rumah Zakat Indonesia Cabang Yogyakarta)