Setahun sudah berlalu, Kota Madinah masih saja kekeringan. Kaum Muslimin makin giat berdoa dan melakukan shalat istisqa untuk meminta hujan, namunĀ hujan belum kunjung datang. Allah belum berkenan memberikan tetes-tetes kesejukan untuk Madinah kala itu.
Malam mendekati dini hari saat seorang lelaki berkulit hitam masuk ke Masjid Nabawi dan melakukan shalat sunnah dua rakaāat. Setelahnya dia berdoa, menengadahkan tangan dengan penuh kesungguhan,āYa Allah, penduduk tanah suci Nabi-Mu telah keluar untuk memohon hujan, tetapi hujan tidak turun-turun. Aku bersumpah untuk-Mu, turunkan hujan untuk mereka sekarang juga.ā
Tidak jauh dari lelaki berkulit hitam itu duduk Muhammad Al Mankadir, ia begitu heran menyaksikan apa yang dilakukan lelaki tersebut, āDoa yang berani,ā batinnya.
Tiba-tiba dari langit terdengar suara petir menggelegar, bahkan sebelum si lelaki berkulit hitam sempat menurunkan tangannya. Seketika hujanpun turun dengan deras, membasahi seantero Madinah. Setelah hujan turun, lelaki hitam itu kembali meneruskan dialognya dengan Allah, āSiapakah aku, apalah aku sehingga doaku begitu cepat dikabulkan. Ya Allah kemuliaan kembali kepada-Mu, atas segala kemurahan pemberian-Mu.ā
Lelaki berkulit hitam itu melanjutkan shalat hingga subuh tiba, kemudian segera berlalu bersama jamaah lainnya. Al Mankadir yang penasaran berusaha mengikuti dan mencari tahu di mana lelaki itu tinggal, dan kembali berkunjung pada siang harinya. Ternyata lelaki berkulit hitam tersebut seorang tukang sepatu. Setelah duduk, Al Mankadir langsung bertanya, āBukankah engkau yang tadi malam shalat dan berdoa di masjid?ā
Tukang sepatu itu marah mendengar pertanyaan Al Mankadir, āApa urusanmu dengan itu semua?ā
Akhirnya Al Mankadir berpamitan pulang karena tidak enak. Tiga malam berikutnya Al Mankadir tidak lagi mendapat tukang sepatu itu shalat di masjid. Kemudian Al Mankadir mendatangi rumahnya yang ternyata telah kosong. Keluarganya mengatakan, setelah kedatangannya, si tukang sepatu langsung berkemas dan pergi entah kemana. Al Mankadir lalu mencarinya di sekitar Madinah, namun ia juga tak berhasil menemukannya.
**
Setiap orang mempunyai cara sendiri untuk memelihara kebaikan atau kelebihannya. Seperti Ā sang tukang sepatu yang doanya langsung diijabah oleh Allah. Ia mungkin tak mengira bahwa apa yang telah diucapkannya mempunyai dampak yang begitu besar bagi penduduk Madinah. Namun ia sadar bahwa apa yang telah dilakukannya perlu dijaga.
Agar ia benar-benar bisa merasakan ātuahā dari segala perbuatannya kelak di akhirat. Agar riyaā tak sempat hinggap hingga menganggap diri hebat. Agar amalan unggulan yang mungkin tak disadari telah membuka pintu āArsy-Nya dengan seketika tetap utuh dan dapat mewujud menjadi item pemberat timbangan kebaikan di yaumul hsab.
Seperti Aisyah yang berkata, āBetapa inginnya aku menjadi sesuatu yang tak berarti lagi dilupakan,ā saat Ibnu Abbas memuji tentang kelebihannya. Maka sudah seharusnya kita dapat berkaca dari peristiwa di atas bahwa ikhlas itu ada di awal, di tengah serta di akhir. Bahwa hanya Allahlah sebaik-baik Dzat yang berhak memberikan ganjaran atas apapun yang kita lakukan.By: Titin Titan
A year had passed, Medina City still drought. Muslims pray more active and performed istisqa prayer to ask for rain, but the rain had not come. God is not willing to give the drops of coolness to Medina at that time.
Night was approaching to dawn when a black man entered the Prophet’s Mosque and performed two rak’ah sunnah prayer. Afterwards he prayed, raised his hands earnestly, “O Allah, residents of Prophet holy land has come out to ask for rain, but the rain did not fall down. I swear to you, send down rain for them now. ”
Not far from the black man there were sitting Muhammad Al Mankadir, he was so amazed at what the man did “Brave Prayer” he thought.
Suddenly from the sky came the boomed thunder, even before the black man had lowered his hand. Instantly the rain was pouring down, soaking the entire Medina. After the rains, the black man resumed his dialogue with God, “Who am I, Iām nobody so my prayers granted so quickly. Ya Allah glory back to You, above all the provision of thy mercy. ”
The black man continued to pray until dawn, then immediately passed along with other worshipers. Al Mankadir was curious trying to follow and find out where the man lived, and re-visit in the afternoon. It turned out that the black man is a cobbler. Once seated, Al Mankadir immediately asked, “Are not you the man who prayed in the mosque last night?”
The cobbler was agitated at Al Mankadir, ” What is your business with all of it?”
Finally Al Mankadir went home because he felt uncomfortable. Three nights later Al Mankadir no longer get the cobbler was praying in the mosque. Al Mankadir then went to his home which was already empty. His family said after his arrival, the cobbler immediately packed up and go somewhere. Al Mankadir then searched around Medina, but he also did not find him.
**
Everyone has their own way to maintain good or excess. Like the cobbler whose prayers was granted by God. He probably did not think that what he had said had such a huge impact for the people of Medina. But he realized that what he had done needs to be maintained.
So that he could actually feel the ‘luck’ of all his deeds in the Hereafter. In order riya ‘do not have time to consider yourself a great perch. To be featured practice that may not be aware has opened the door ‘His Throne with instantaneous remain intact and can manifest kindness item ballast weights in Yaumul hisab.
As Aisha said, “How much I wanted to be something of no longer forgotten” as Ibn Abbas raving about excess. So we should be able to look in the mirror of events over that sincerity was there at the beginning, in the middle and at the end. That only God is the best of the One who is entitled to a reward for whatever we do.