DIMENSI SPIRITUAL DALAM IBADAH QURBAN

oleh | Des 29, 2006 | Inspirasi

oleh : Alamsyah Nuruzzaman

Pesan paling substansial dalam ibadah qurban adalah perintah untuk menegakkan tauhid sebagai fondasi utama dalam beragama. Konsekuensi logis dari kalimat ?la ilaha illa Allah? adalah penegasan terhadap segala bentuk penyembahan, pengabdian dan perbudakan mental selain kepada Allah. Dengan mengatakan ?tidak ada tuhan selain Allah?, seorang manusia-tauhid memutlakkan Allah Yang Maha Esa sebagai Khaliq atau Maha Pencipta, dan menisbikan selain-Nya. Dengan demikian, tauhid berarti komitmen manusia kepada Allah sebagai fokus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur dan sebagai satu-satunya sumber nilai. Apa yang dikehendaki oleh Allah akan menjadi nilai (value) bagi manusia-tauhid, dan ia tidak akan mau menerima otoritas dan petunjuk, kecuali otoritas dan petunjuk Allah.

Nabi Ibrahim, melalui peristiwa pengurbanan ini, mengajarkan kepada kita sikap ber-tauhid yang sesungguhnya. Ia berhasil mengalahkan egonya. Ia mampu membebaskan dirinya dari penghambaan terhadap materi (kebendaan)— berupa mencintai anaknya— dengan kesediaan mengurbankan anaknya sendiri sebagai bukti ketaatannya kepada Allah Swt. Ia menyadari sepenuhnya bahwa ?nilai tertinggi? bagi seorang hamba adalah kepasrahan serta kepatuhannya terhadap segala perintah dari Sang Pencipta. Ibadah qurban yang diperintahkan oleh Allah kepada kita adalah merupakan manifestasi dari salah satu sunnatullah yaitu The Law Of Detachment (Hukum Kemerdekaan/ melepaskan kemelekatan). Yaitu kemelakatan dari urusan dunia, berhala-berhala duniawi sekaligus kemerdekaan diri, jiwa, hati dan ruh untuk tauhid kepada Allah. Kemelekatan terhadap dunia akan menjadi hijab dan penghalang seseorang untuk dekat dan bertemu dengan Allah (liqo’ Allah) Karena itu kemelekatan terhadap berhala-berhala dunia serta kemewahannya harus disembelih dalam rangka berkorban untuk Allah. Bukankah qurban berasal dari kata Qaraba-yaqrabu-Qurbaanan artinya mendekatkan hati, diri, jiwa dan ruh semata-mata kepada Allah.

Berbicara tentang pembebasan diri dari berhala-berhala (multiteisme/ syirik). Ali syari’ati menerangkan konsep berhala (idolisme) yang menjadi alat dan media untuk menyekutukan Tuhan. Berhala ini merupakan suatu bentuk khusus dari multiteisme (Syirik). Penyembahan berhala merupakan perbuatan syirik atau multiteisme. Multiteisme telah dikenal sebagai agama masyarakat awam sepanjang sejarah dan, pada satu fase, multiteisme termanifestasi dalam bentuk penyembahan berhala (idolisme). Jadi penyembahan berhala berarti membuat patung-patung atau benda-benda suci yang menurut para pengikutnya, yaitu pengikut agama multiteisme. Sebab itu, patung-patung tersebut sama dengan tuhan atau mereka percaya bahwa pada dasarnya patung itu adalah tuhan atau perantara atau wakil-wakil tuhan dan bagaimanapun mereka percaya bahwa masing-masing tuhan ini aktif atau berpengaruh dalam salah satu bagian kehidupan dan dunia. Jadi, penyembahan berhala merupakan satu bagian dari agama multiteisme.

Dalam kitab suci Al-Qur’an, ketika mereka (orang-orang multiteis, penyembah berhala) dikecam atau ketika mereka diajak berdebat dan dikritik, diupayakan agar dialog-dialog dengan mereka dilakukan dalam term-term yang lebih umum dan melibatkan kalangan multiteis maupun para penyembah berhala. Mengapa? Agar penilaian yang kini muncul dalam benak, nantinya tidak terwujud. Kita mengetahui bahwa gerakan Islam bukan hanya menentang bentuk-bentuk penyembahan berhala yang ada tetapi lebih dari itu, kita mengetahui bahwa serangan Islam mengikuti gerakan-gerakan monoteistik masa lalu, merupakan serangan terhadap akar-akar agama multiteisme secara umum dan dalam bentuk apapun, termasuk bentuk penyembahan patung dan kita membayangkan bahwa kita harus mengetahui pihak oposisi (yaitu, agama multiteisme), ketika ia berbentuk penyembahan berhala, karena kitab Suci al-Qur’an mengatakan, “Apakah kamu menyembah apa-apa yang kamu buat sendiri?” (QS.37:95).

Apakah sepanjang sejarah dan di seluruh bentang wilayah geografis yang disembah hanyalah patung kayu dan batu yang dibuat dengan tangan-tangan kita sendiri? Tidak. Multiteisme sejak dulu dan sampai sekarang termanifestasi dalam ratusan bentuk fisik dan non fisik sebagai salah satu agama yang umum dalam sejarah kemanusiaan. Salah satu bentuknya pada masa sekarang, dalam semua masyarakat manusia, adalah penyembahan berhala dalam bentuk kebodohan. “Apakah kamu menyembah sesuatu yang kamu buat sendiri?” merupakan suatu prinsip umum. Kalimat ini merupakan deskripsi tentang sikap penyembahan religius dalam agama multiteisme. Agama multiteisme ini bergerak maju, sepanjang sejarah, berdampingan dan setahap demi setahap, seiring dengan agama monoteisme dan terus bergerk maju dengannya. Hal ini, tidak pernah berhenti dengan kisah Ibrahim atau dengan munculnya Islam. Tetapi terus berlanjut.

Di era sekarang ini ternyata berhala-berhala tidak hanya berarti patung, arca, gambar. Tetapi masih ada berhala-berhala psikologis yag harus dihancurkan dari dirinya sendiri, karena hal itulah yang menghalangi keterikatan penuh seseorang dengan Tuhan. Apakah berhala-berhala psikologis ini? Bisa jadi berhala-berhala psikologis ini berbentuk jabatan, reputasi, posisi, profesi, kekayaan, tempat tinggal, taman, mobil, orang yang tercinta, keluarga, pengetahuan, gelar, kesenian, spiritualitas, baju, kemasyhuran, popularitas, partai, pengikut, tanda tangan, jiwa, masa muda, kecantikan, ketampanan, intelektual, idiologi, filsafat kita dan lain-lain?.

Tanda-tanda dari berhala-berhala Psikologis adalah apapun yang memperlemah anda diatas jalan keimanan dan kebenaran, apa saja yang mengajak anda berhenti untuk berbuat. Apa saja yan membawa keraguan terhadap tanggung jawab anda. Apa saja yang melekat pada anda dan menarik anda ke belakang. Apa saja yang telah anda susun dalam hati yang tidak membolehkan anda mendengar pesan supaya mengakui kebenaran. Apa saja yang menyebabkan anda lari. Apa saja yang membawa anda kepada justifikasi, legitimasi, hermenetik, mencari kompromi dan cinta yang membuat anda buta dan tuli maka itulah karakter dari berhala-berhala psikologis. Karena itu berqurban dalam paradigma Tauhid adalah membebaskan diri, hati, ruh dan jiwa dari kemelekatan terhadap sesuatu selain Allah.#

*) Marketing Officer Cabang Bandung