Kira-kira 41 jam pasca gempa, aku baru bisa menulis. Jam di laptop menunjuk 23.05 pm. Cukup lega. Maklum, listrik baru nyala tadi sore. Sekitar pukul 16.30 WIB. Tidak ada genset. Sehingga aku tidak bisa berbuat banyak selama 2 hari ini. HP?termasuk laptop, ngadat gara-gara baterai habis. Jaringan, kalau tidak over load & sinyal redup, pastilah ikut rusak. Dokumentasi berbentuk tulisan jadi molor. Yogya seperti kota mati. Nyaris tanpa cahaya. Tanpa suara (baca:kabar).
Anak-anak sebagian sudah lelap: Mas Didik (Marketing Officer), terbujur di sofa tamu; Mas Anto (Driver Mobjen), pulas di kursi bambu Klinik; Mas Budi (Relawan Semarang), menikmati lelahnya di kursi mobil jenazah; Mas Fajar (Urusan Umum Posko), beralas koran diteras tetangga, kantor Diklat Dinsos, dengan korban. Empat korban lainnya beristirahat di teras kantor. Tak mampu menahan dingin. Selimut mereka hanya spanduk. Lelah dilepas di mana-mana. Cukup sekadarnya.
Sebagian lagi melek terjaga. Mas Luis (Koordinator Tim Emergercy), Eva, Uli dan Ita, asyik menyusun obat-obatan untuk bekal esok pagi. Sudah kusut. Tapi tetap berbalut tawa ceria. Ruangan bisa tambah rame kalau terdengar suara ini, ?Pak Fath, mau dibikinin minum apa?? Soalnya, yang jawab selain aku banyak meski tidak ditawari. ?Bu, aku kopi susu ya, kayak Pak Fath?, ?Bu, aku teh hangat?, ?Bu, aku kopi. Jangan pake gula?. Kalau sudah begitu, Bu Yuli (Koordinator Logistik Dapur Umum), dipastikan hilir mudik dengan baki setianya. Hilman (ZIS Consultant sekaligus Relawan Yogya) juga masih segar. Penuh tenaga menceritakan kisah-kisah di lapangan selama 2 hari ini kepadaku. Sebotol Nu Green Tea 500 ml ditangannya sudah kosong. Dia mulai bingung.
Mas Prio (Koordinator Tim Survey), ikut rapat bersama seluruh elemen NGO. Merapikan amal. Susun strategi. Ulur tangan sinergi. Efektifitas penanggulangan harus tinggi. Tidak boleh tumpang tindih. Apalagi ini sudah hari ke-2. Banyak titik belum tersentuh.
Wajah kantorku berubah. Sekarang 100% wajah POSKO: obat berserakan, gelas kosong di berbagai sudut, tumpukan kertas, tas punggung, kantong plastik, kabel, HP yang sedang di-charge…Semua tumpang tindih. Kalau ini lebih khas lagi: tidak ada yang mandi! Kalau tidak sedang pilek, kita bisa ?menikmati? berbagai aroma.
Aku dikejutkan dering telpon kantor.Diseberang sana, Mas Azzam (Relawan KCP Solo), mengabarkan Pak Nug, sapaan akrab Nugroho Prasetyo, Kepala KCP Solo, mendapat musibah. Sebuah mobil carry, menabraknya dari belakang. Beliau terjungkal. Cukup serius lukanya. Hingga baris ini kutulis, Beliau belum sadar. Terbaring di ICU Rumah Sakit Tegalyoso, Klaten.
01.14 pm.
MAAF, KAWAN-KAWAN SOBAT ZAKAT SEKALIAN. INI PARAGRAF TERAKHIRKU. PARAGRAF DUKA. AKU TIDAK BISA MENULIS LAGI. RUMAH SAKIT TEGALYOSO, KLATEN MEMBUATKU MENANGIS. BERTUBI-TUBI. ALLAH TELAH MEMANGGIL MUJAHID-NYA, PAK NUG. INNALILLAHI WAINNA ILAIHI ROJI?UN.#
Alfath (Kepala Posko Rumah Zakat Indonesia Yogyakarta)