BANDUNG. Ditinggal suami wafat tujuh tahun lalu, bukan hal mudah bagi Yoyoh Darwati (41). Ia harus menghidupi ketiga anaknya yang masih perlu dukungan biaya hidup. Sang suami tidak meninggalkan harta yang cukup untuk menyambung hidup keluarga.
Awalnya untuk menghidupi keluarganya, ia membuka warung kecil-kecilan didepan rumah kontrakannya, di Gang Pesantren – Terusan Pasir Koja Bandung, namun dari hasil ini tidak terlalu mencukupi untuk menutupi kahidupannya, “Jangankan untuk biaya sekolah anak, untuk makan sekeluarga saja masih dirasa kurang,”ujar Darwati mengenang kisah hidupnya.
Namun sejak 2 tahun yang lalu, ia mulai belajar menjahit dan menjadi buruh di sebuah konveksi. Sehingga karena keiginannya untuk berwirausaha sangat kuat, ia pun membeli mesin jahit dari sisa tabungannya. Dari sinilah ia memulai usaha konveksi rumahan. Awalnya hanya dua mesin yang ia miliki, dan dikerjakannya sendiri. Pesanan pun mulai berdatangan, namun karena masih dikerjakan sendiri, paling banyak dalam sebulan ia hanya hanya bisa menghasilkan 15 lusin pakaian perbulan.
Baju dari hasil jahitannya, ia jual ke bandar pakaian seharga Rp10.000/pcs. Namun sejak mengikuti dan mendapat binaan ekonomi dari Rumah Zakat di wilayah Integrated Community Development (ICD) Bojong Loa Kaler, ia akhirnya mendapat bantuan satu mesin jahit lagi, sehingga ia pun menambah 2 orang pegawai. Dengan penambahan pegawai dan mesin jahit tersebut, usahanya pun mulai terlihat maju, sebab dalam sebulan ia bisa menghasilkan tidak kurang dari 50 lusin.
Dari income yang didapatkannya setelah dipotong biaya produksi dan pegawai, ia bisa menyisihkan untuk menabung, tidak kurang dari 2 juta perbulan. Kini ia berkeinginan untuk menambah mesin jahit untuk membuka lapangan kerja bagi tetangganya. “Dengan ada binaan dari Rumah Zakat, usaha saya terarah dalam mengembangkan wirausaha ini, dan ada tempat untuk berkonsultasi,”ungkap Darwati menutup pembicaraan.***
Newsroom/Yudi Juliana
Bandung