TANGERANG. Peristiwa jebolnya Situ Gintung Ciputat Tangerang Selatan Banten Maret 2009 lalu masih menyisakan kenangan pahit bagi keluarga korban yang ditinggalkan. Tidak hanya ratusan jiwa menjadi korban, ratusan rumah dan tempat usaha diterjang banjir bandang bercampur lumpur. Warga terkejut karena air masuk dengan cepat hingga mencapai ketinggian tiga meter. Bahkan, banyak warga yang terjebak di rumah.
Seperti halnya Sulastri (38), kesehariannya berjualan nasi di warung belakang Kampus UMJ tak menyangka akan terjadi peristiwa itu, semuanya berjalan begitu cepat. Sehingga ia tidak sempat menyelamatkan harta bendanya. Waktu itu yang terfikir hanya bagaimana menyelamatkan kedua anaknya. “Alhamdulillah kedua anak saya selamat, tapi tempat usaha hancur dan perabotan juga ikut terbawa banjir,” kenang wanita yang biasa disapa Lastri ini.
Waktu itu, ia bingung harus berbuat apa, karena harta benda dan warung nasi tempat ia mengais rezeki rusak berat, “Semuanya habis mas,” ungkapnya. Pasca bencana, Lastri bersama keluarganya ikut mengungsi di TK Sentosa, Situ Gintung, selama dua hari dua malam, ”Kebetulan keponakan saya mengajar disana, dan kepala sekolahnya juga mengizinkannya.”tambahnya.
Lastri menuturkan, setelah dua hari kejadian sang suami meminjam genset ditempat kerjanya digunakan untuk membersihkan rumah kontrakan kami. Hampir tiga pekan kami membersihkan rumah yang rusak parah dan dipenuhi lumpur dan sampah menumpuk. Akibat musibah ini, selama lebih dari sebulan saya dan keluarga hanya mengandalkan bantuan makanan dari posko bantuan karena tidak bisa berjualan.” Ucapnya.
Sebenarnya Ia tidak mau hanya bergantung dari bantuan posko untuk mendapat jatah makanan, tapi ia bingung bagaimana untuk memulai usaha, modal tidak ada, tidak tahu harus berbuat apa. Namun, wanita asli Wono Giri Jawa Tengah ini mengaku sangat bersyukur, ternyata banyak masyarakat dan aparatur pemerintah yang peduli dengan para korban bencana Situ Gintung termasuk dirinya.
Alhamdulillah ada tetangga yang memberi bantuan untuk modal usaha. Selain itu, Lastri juga mendapat bantuan dari Pemerintah Provinsi Banten yang Ia gunakan untuk memulai usaha dan memperbaiki rumah serta membeli peralatan dapur. “Tapi masih kurang mas,” akunya.
Rumah Zakat yang bekerjasama dengan Bakrie Untuk Negeri (BUN) memberikan bantuan dalam program recovery Situ Gintung sebesar Rp 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta Rupiah) sebagai pinjaman modal usaha bergulir yang diberikan kepada 50 korban Situ Gintung selama enam bulan. Program dengan tema “Situ Gintung Bangkit” ini diresmikan Juni 2009 lalu dengan format pemberdayaan keluarga melalui program KUKMI (Kelompok Usaha Kecil Mandiri).
Lastri tercatat sebagai salah satu penerima manfaat dari program KUKMI. Harapannya untuk memulai usaha kembali terwujud, “Alhamdulillah dapat bantuan modal dari BUN, sehingga usaha warung makan bisa berjalan kembali. Bantuan ini sangat membantu usaha saya,” jelas ibu dari Lusiana Utami dan Riski Rahmawati ini.
Ia juga mengatakan, model pembiayaan dalam program KUKMI sangat membantu dan tidak memberatkan, karena tidak ada bunga. Selain itu, para anggotanya juga mendapat pembinaan dan pendampingan selama usaha.
Lastri mengaku, kini usaha warung makan di sekitar Kampus UMJ tidak seramai sebelum bencanan terjadi, sekarang yang beli hanya mahasiswa, dosen dan karyawan sekitar kampus saja. Sehingga pendapatannya tidak seperti dulu, hanya cukup untuk bertahan hidup saja yang kemudian ia berfikir untuk membuka cabang lagi di daerah Kali Bata dan Mampang, Menurutnya, untuk memulai usaha warung makan membutuhkan dana sebesar Rp10 juta. Itu saja kalau sewa tempatnya murah. Namun untuk modal usahanya belum ada.”
Tak mau pindah
Walau tragedi Situ Gintung menyisakan kenangan pahit, namun wanita yang tinggal sejak 1995 ini tidak mau pindah rumah dan merasa betah tinggal di Situ Gintung. Jika bencana kembali melanda ia mengaku hanya tawakal saja, “Udah betah mas, apalagi tetangga disini baik dan hidup rukun,” ungkapnya.
Keinginannya untuk mempunyai rumah makan sendiri akhirnya terwujud setelah anak pertamanya berusia 5 bulan, warungnya ia beri nama “Warung Riski Wono Giri”, harapannya, dengan nama ini usaha menjadi lancar dan banyak rizkinya. Semoga dengan kerjakerasnya dan support BUN, Sulastri dapat mewujudkan cita-citanya membuka kembali warung nasinya.***
Newsroom/ Praguno Aryanto
Jakarta Barat