Pertanyaan seputar boleh atau tidaknya perempuan menjadi
pemimpin memang telah menjadi perbincangan dari berabad-abad yang lalu. Pendekatan
terhadap persoalan ini memang akan bervariasi tergantung interpretasi budaya,
konteks sosial, hingga mazhab tertentu.
Memang di dalam Al-Qur’an tidak ada satu pun ayat yang
melarang seorang perempuan menjadi pemimpin. Kebanyakan memang ayat-ayat seputar
kepemimpinan disandingkan dengan sosok lelaki. Misalnya pada ayat berikut ini:
“Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita
yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.S. An Nisa’: 34).
Kedudukan laki-laki yang lebih diistimewakan untuk menjadi
pemimpin bukan karena tanpa sebab. Namun, hal itu karena laki-laki memiliki
tanggung jawab yang lebih besar dibanding perempuan.
Seorang laki-laki memiliki kewajiban untuk menafkahi
keluarganya. Lelaki pun bertanggung jawab kepada empat perempuan dalam
kehidupannya, yakni: ibu, istri, anak perempuan, dan juga saudara perempuannya.
Rasulullah saw. pun belum pernah meminta kaum perempuan
(bahkan istri atau anak perempuannya) untuk menjadi imam salat untuk
menggantikan Rasul saw. ketika sakit.
Baca Juga: Pemimpin Suka Berbohong? Hati-Hati Ini Dia Ancaman dari Allah!
Karena itulah laki-laki memiliki hak yang lebih besar dibanding
perempuan, misalnya dalam hak waris. Di dalam ajaran Islam, seorang lelaki
memiliki hak warisan yang setara dengan hak dua perempuan.
“Allah mensyariatkan
bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak
lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” (Q.S. An Nisa’: 11).
Tak hanya dalam hal waris, seorang lelaki pun setara dengan
dua perempuan saat menjadi saksi dalam hal transaksi finansial. Bahkan, Nabi
dan Rasul pun semuanya adalah kaum laki-laki, tidak ada yang perempuan.
Lagi-lagi ini menandakan bahwa memang sosok laki-laki memiliki kelebihan
tertentu dalam memimpin dibanding perempuan.
Perempuan yang
Memiliki Kecakapan Memimpin
Karena memang tidak ada satu ayat pun yang melarang seorang
perempuan menjadi pemimpin, maka sebenarnya sah-sah saja jika perempuan menjadi
pemimpin. Asalkan memang ia mampu, memiliki kualitas, serta kapabilitas dalam
memimpin.
Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa setiap manusia
adalah pemimpin (minimal bagi dirinya sendiri) dan kelak akan dimintai
pertanggung jawabannya di hadapan Allah Swt. saat hari akhir nanti.
“Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang
dipimpinnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: Kriteria Pemimpin yang Baik Menurut Rasulullah
Di dalam surah Al-Baqarah ayat 30 pun Allah Azza wa Jalla berfirman, “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.’ …”
Dari ayat tersebut, khalifah sendiri merupakan pemimpin. Dan
menjadi pemimpin adalah tugas seluruh umat manusia tanpa membedakan gender
laki-laki atau perempuan. Baik laki-laki atau perempuan, mereka memiliki tugas
yang sama untuk menciptakan kemaslahatan di muka bumi ini dan menegakkan
kebenaran. Wallohu’alam bishawab.
Sahabat, sudahkah bersedekah hari ini? Jika belum, mari
segera bersedekah agar harta yang kita miliki menjadi lebih berkah dan
bermanfaat. Sahabat bisa menyalurkan sedekahnya kepada Rumah Zakat dengan
mengikuti tautan ini.