Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali muncul perbincangan tentang amalan yang dianggap “bid’ah” atau tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagian menyebut ini sebagai inovasi dalam agama, sementara yang lain menganggapnya sebagai penyimpangan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa konsep bid’ah masih menjadi topik yang hangat dan penuh dinamika di tengah umat Islam.
Konsep bid’ah menjadi hal yang sangat menarik untuk ditelusuri. Tidak sedikit kesalahpahaman terjadi hanya karena belum memahami dengan mendalam apa sebenarnya yang dimaksud dengan bid’ah.
Nah, di artikel kali ini Rumah Zakat akan membahas lebih lanjut terkait bid’ah dalam Islam. Yuk, simak penjelasannya!
Apa Itu Bid’ah?
Sebelum terjebak dalam perdebatan panjang soal boleh atau tidaknya suatu amalan, penting untuk memahami terlebih dahulu apa itu bid’ah.
Secara bahasa, bid’ah berasal dari kata Arab bada’a yang artinya menciptakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya.
Namun, dalam ranah syariat, istilah ini merujuk pada inovasi dalam urusan agama yang tidak memiliki dasar dari Al-Qur’an, Sunnah, ijma’, maupun qiyas.
Dalam kitab-kitab klasik, ulama seperti Al-Jurjani menjelaskan bahwa bid’ah merupakan perbuatan yang menyimpang dari sunnah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Artinya, inovasi yang dilakukan dalam ibadah harus memiliki landasan yang kuat dari sumber-sumber syar’i.
Dengan begitu, fokus utamanya adalah memastikan bahwa setiap praktik dalam beragama tidak melenceng dari contoh terbaik yang telah ditetapkan oleh Nabi.
Baca Juga: Mengusap Wajah Setelah Berdoa, Bagaimana Hukumnya?
Berbagai Pandangan Para Ulama Mengenai Bid’ah
Untuk memperjelas pemahaman, berikut adalah ragam pembagian bid’ah menurut beberapa ulama:
- Imam Syafi’i:
- Bid’ah Mahmudah (Terpuji): Inovasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Misalnya, pelaksanaan shalat tarawih berjamaah yang meskipun tidak dilakukan secara konsisten oleh Rasulullah SAW, namun telah mendapat dukungan dari para sahabat.
- Bid’ah Madzmumah (Tercela): Inovasi yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, contohnya penggunaan bahasa selain Arab dalam pelaksanaan shalat, yang diyakini dapat mengubah makna dan keabsahan ibadah.
- Bid’ah Mahmudah (Terpuji): Inovasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Misalnya, pelaksanaan shalat tarawih berjamaah yang meskipun tidak dilakukan secara konsisten oleh Rasulullah SAW, namun telah mendapat dukungan dari para sahabat.
- Izzuddin Abd al-Salam:
- Bid’ah Wajibah: Inovasi yang justru dianggap wajib dilakukan, seperti belajar ilmu Nahwu untuk mendalami pemahaman Al-Qur’an.
- Bid’ah Muharramah: Inovasi yang haram dan tidak dibenarkan, contohnya ajaran sesat seperti Jabariyah yang menyimpang dari akidah Islam.
- Bid’ah Mandubah: Bid’ah yang dianjurkan sebagai upaya pengembangan, seperti pendirian madrasah untuk penyebaran ilmu.
- Bid’ah Makruhah: Inovasi yang sebaiknya dihindari, contohnya menghiasi masjid secara berlebihan sehingga mengalihkan perhatian dari esensi spiritual ibadah.
- Bid’ah Mubahah: Inovasi yang netral, misalnya berjabat tangan setelah shalat, yang tidak mengubah dasar pelaksanaan ibadah.
- Bid’ah Wajibah: Inovasi yang justru dianggap wajib dilakukan, seperti belajar ilmu Nahwu untuk mendalami pemahaman Al-Qur’an.
- Syekh Ahmad Zaruq:
- Bid’ah Sharihah: Amalan yang jelas-jelas tidak memiliki dasar dalam syariat dan tidak dikenal di masa Nabi.
- Bid’ah Idlafiyah: Praktik yang awalnya bersumber dari sunnah namun kemudian ditambahkan unsur baru yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW.
- Bid’ah Khilafiyah: Inovasi yang masih menjadi perdebatan di kalangan ulama, sehingga terdapat perbedaan pendapat apakah harus diterima atau ditolak.
- Bid’ah Sharihah: Amalan yang jelas-jelas tidak memiliki dasar dalam syariat dan tidak dikenal di masa Nabi.
Kriteria Suatu Amalan Dikatakan Bid’ah
Dalam kehidupan sehari-hari, sering muncul pertanyaan: apakah setiap amalan baru secara otomatis termasuk bid’ah? Jawabannya tidak. Ada kriteria khusus yang harus dipenuhi sebelum suatu amalan dapat disebut bid’ah.
Pertama, amalan tersebut harus tidak memiliki dasar yang kuat dari Al-Qur’an, Sunnah, maupun ijma’.
Kedua, meskipun dilandasi niat mendekatkan diri kepada Allah, cara pelaksanaannya harus sesuai dengan contoh dari Rasulullah SAW.
Ketiga, praktik tersebut tidak dikenal atau dijalankan oleh para sahabat pada masa awal Islam.
Salah satu atau kombinasi dari kriteria tersebut perlu dipertimbangkan secara mendalam untuk memastikan apakah suatu inovasi benar-benar menyimpang dari ajaran yang telah ditetapkan.
Baca Juga: Jangan Salah Pilih Guru! Inilah Ciri-Ciri Orang yang Tidak Boleh Dijadikan Guru
Bagaimana Cara Menyikapi Bid’ah dalam Kehidupan Sehari-hari?
Menyikapi bid’ah memerlukan pendekatan yang hati-hati dan penuh kebijaksanaan. Banyak ulama menyarankan untuk menjauhi amalan yang tergolong sebagai bid’ah yang tercela.
Sejalan dengan pesan Umar bin Abdul Aziz, umat dianjurkan untuk tetap berpegang pada ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat.
Namun, untuk inovasi yang membawa manfaat dan tidak bertentangan dengan prinsip dasar syariat, pendekatan yang lebih terbuka seringkali dianggap sebagai bagian dari sesuatu yang positif.
Kesimpulan
Jadi, konsep bid’ah dalam Islam memiliki berbagai pandangan, kriteria spesifik dalam menentukan suatu amalan sebagai bid’ah, serta perbedaan antara inovasi yang membawa manfaat dan yang menyimpang.
Pendekatan yang bijak dalam mempelajari dan menyikapi setiap inovasi sangat diperlukan agar tidak terjadi salah kaprah dalam memahami hal ini.
Dengan pemahaman yang utuh mengenai bid’ah, semoga setiap langkah dalam menjalankan ibadah dapat tetap pada prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Nah, sekian artikel kali ini. Yuk, ikuti informasi seputar Islam lainnya bersama kami di Rumah Zakat.