Bermain merupakan jendela perkembangan anak. Lewat kegiatan bermain aspek perkembangan anak bisa ditumbuhkan secara optimal dan maksimal. Membiarkan anak-anak usia pra sekolah bermain telah terbukti mampu meningkatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak, bahkan jika anak tersebut mengalami malnutrisi.
“Malnutrisi atau kekurangan gizi sudah suatu masalah. Namun malnutrisi tanpa stimulasi bagi perkembangan mental merupakan masalah yang jauh lebih besar,”katanya.
Juga dilaporkan dalam jurnal tersebut bahwa lebih dari 200 juta anak miskin di dunia kekurangan gizi. Sekitar 89 juta di antaranya ada di Asia Selatan dan 145 juta lainnya ada di negara India, Negeria, China, Bangladesh, Ethiopia, Pakistan, Congo, Uganda, Tanzania, dan Indonesia.
Disimpulkan oleh para periset bahwa untuk meningkatkan kecerdasan anak-anak miskin tersebut bisa dilakukan dengan tindakan intervensi sederhana, yakni mendorong anak-anak untuk banyak bermain di rumah serta tentu saja meningkatkan kadar gizi mereka.
“Masyarakat terlalu memfokuskan untuk mengurangi angka kematian, tapi mereka sering lupa kalau banyak anak-anak yang terancam tidak bisa mencapai kecerdasan optimal, setelah duduk di kelas 5 atau 6 SD, kesempatan mereka untuk memperbaikinya sudah tipis,” kata McGregor.
Ditambahkan oleh McGregor, di sebuah daerah di Jamaica, anak-anak dari keluarga miskin diberi bantuan mainan yang bisa dimainkan sendiri di rumah. Lalu perkembangan mereka dipantau sampai berusia 18 tahun. “Tingkat IQ mereka lebih baik, kemampuan bacanya baik dan jarang yang drop-out dari sekolah, selain itu kesehatan mental anak-anak itu juga baik, mereka tidak depresi dan lebih percaya diri,” katanya lagi.
Sudah saatnya para orangtua menyadari bahwa kegiatan bermain bukanlah kegiatan tak berguna dan hanya membuang waktu. Bermain selain merupakan hak asasi anak, juga diperlukan untuk meningkatkan kemampuan mereka. (kompas/ 05 januari 2007)
Selama ini perkembangan kecerdasan anak hanya dipandang dari kecerdasan intelektual saja, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan para peneliti kecerdasan memunculkan teori baru tentang multiple intelligent. Teori tersebut menjadi dasar bergamnya metode pembelajaran baik formal maupun non formal. Ragam metode pembelajaran tersebut bisa dilihat dari maraknya sekolah yang memunculkan berbagai keunggulan sekolah. Pada dasarnya metode belajar baik formal maupun non formal mengacu kepada bagaimana si anak dapat berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya?. Tugas guru dan orangtua adalah membidani pengetahuan yang sudah ada dalam diri anak agar tereksplorasi secara alamiah.
Menurut ibu Hj. Dwi, kepala sekolah SD Islam Az-Zahrah Palembang. Pendidikan diharuskan menyeimbangkan aspek kognitif, apektif dan psikomotorik. Sekolah sudah saatnya memberikan pendidikan dari segi moral, sensitifitas anak terhadap permasalahan sosial. Beliau juga menambahkan bahwa ada metode yang dikembangkan di sekolah yaitu metode PAKEM. Pembelajaran Afektif Kreatif Efektif Menyenangkan. Dengan metode tersebut bagaimana anak dapat dengan mudah menerima pelajaran yang disampaikan. Maka tidak asing lagi jika anak bermain, riang bahkan belajar di alam yang sesuai dengan materi pelajaran.
br>
Permainan yang disajikan pun harus lebih kreatif lagi. Seiring dengan perkembangan budaya, permainan yang berkembang dalam diri anak sudah bergeser. Tidak salah jika anak sudah meninggalkan permainan tradisional daerah karena budaya permainan yang berbasis teknologi terus berkembang. Dari 10 anak sekolah dasar hanya 2 anak yang masih mengetahui permainan tradisional. Untuk itu tetap harus memperkenalkan permainan tradisional daerah. Selain anak mempunyai variatif permainan juga untuk mewariskan khazanah budaya yang berjuta pesona.
Namun jika kita sadari pendidikan yang menawarkan keunggulan hanya dapat dirasakan oleh sebagian anak saja. Banyak anak yang harus putus sekolah atau bahkan tidak bisa menuntaskan pendidikan dasar karena alasan ekonomi. Meurut Ketua Komisi Perlindungan Anak sekaligus psikolog anak, seto mulyadi. Tahun 2005 tercatat lebih dari 1,7 juta anak di Indonesia putus sekolah. Sekitar 84,48 % berasal dari tingkat SD/MI, 10, 45 % dari tingkat SMP/MTs, dan 5,07 % dari tingkat SMA/MA.
Ketika memasuki musim liburan bagi anak yang beruntung akan mengatakan beberapa rencana liburan dengan mudah. Contohnya Betari (12), siswa SD Az-Zahrah Palembang ini sudah mempunyai rencana liburan ke luar kota. Mungkin anak berkecukupan lainnya akan mengatakan yang lainnya seperti wisata, main ke rumah saudara, main ke kampung, umroh atau juga wisata ke luar negeri seperti yang diungkapkan Ibu Hj. Dwi.
Disisi lain ada anak yang sudah tidak mempunyai rencana apa pun untuk liburan. Biasanya si anak sekolah dan pendidikan hanya menjadi beban. Sehingga liburan pun hanya diisi dengan kegiatan untuk mencari makan. Di beberapa lokasi perempatan terlihat anak-anak yang berjualan koran, minuman dan lainnya. Biasanya di pagi hari sebelum jam tujuh dan sore hari dan selepas pulang sekolah. Mereka semua sudah lupa hasrat ingin bermain. Karena alasan ekonomi mereka semua sudah tidak dapat lagi untuk menikmati bermain atau sekolah yang unggul.
Realitas di atas menjadi tugas kita semua tidak hanya pemerintah tetapi juga masyarakat pada umumnya. Beberapa daerah sudah mengeluarkan program bantuan beasiswa, pembebasan biaya sekolah oleh pemerintah daerah. Di palembang, Pemerintah kota membuat peraturan daerah yang menghimbau masyarakatnya untuk tidak memberikan uang kepada anak di jalanan. Peraturan ini untuk menekan angka anak jalanan tetapi disalurkan kepada panti asuhan dan lembaga sosial lainnya. Kebijakan ini sudah terlihat baik meskipun belum semuanya jalanan di kota palembang bersih dari anak jalanan. ***
Irvan Nugraha/Palembang
Palembang