Oleh : Ponco Sri Ariyanto
Amil Rumah Zakat Indonesia cabang Surabaya
Suatu ketika ada sebuah pohon yang rindang. Di bawahnya tampak dua orang yang sedang beristirahat. Rupanya ada seorang pedagang bersama anaknya yang berteduh disana. Tampaknya mereka kelelahan sehabis berdagang di kota. Dengan menggelar sehelai tikar duduklah mereka dibawah pohon yang besar itu.
Angin semilir membuat sang pedagang mengantuk. Namun tidak demikin dengan anaknya yang masih belia. “Ayah aku ingin bertanya,” terdengar suara yang mengusik ambang sadar si pedagang. “Kapan aku besar Ayah? Kapan aku bisa kuat seperti Ayah, dan bisa membawa dagangan kita ke kota? “Sepertinga,” lanjut si bocah, “Aku tak akan bisa besar. Tubuhku ramping seperti Ibu, berbeda dengan Ayah yang tegap dan berbadan besar. Kupikir aku tak akan sanggup memikul dagangan kita jika aku tetap seperti ini,” jari tangannya tampak menggores-gores sesuatu di atas tanah. Lalu ia kembali melanjutkan, “bilakah aku bisa punya tubuh besar sepertimu Ayah?”
Sang ayah yang awalnya mengantuk kini tampak terjaga. Diambilnya sebuah benih diatas tanah yang sebelumnya dikais-kais oleh anakanya. Diangkatnya benih itu dengan ujung jari telunjuk, benda itu terlihat seperti kacang yang kecil dengan ukuran yang tak sebanding dengan tangan pedagang yang besar-besar. Kemudian ia pun mulai berbicara. “Nak, jangan pernah malu dengan tubuhmu yang kecil. Pandanglah pohon besar tempat kita berteduh ini. Tahukah kamu, batangnya yang kokoh ini dulu berasal dari benih sekecil ini. Dahan, ranting dan daunnya juga berasal dari benih yang ayah pegang ini. Akar-akarnya yang tampak menonjol juga dari benih ini. Dan kalau kamu menggali tanah ini, ketahuilah sulur-sulur akarnya yang menerobos tanah juga berasal dari tempat yang sama.”
Diperhatikannya wajah sang anak tampak tertegun. “Ketahuilah Nak, benih ini menyimpan segalanya. Benih ini menyimpan batang yang kokoh, dahan yang rindang, daun yang lebar, juga akar-akar yang kuat. Dan untuk menjadi sebesar pohon ini ia hanya membutuhkan angin, air dan cahaya matahari yang cukup. Namun jangan lupakan waktu yang membuatnya terus bertumbuh. Pada mereka semualah benih ini berterima kasih karena telah melatihnya menjadi makhluk yang sabar. Suatu saat nanti, kamu akan besar Nak, jangan pernah takut untuk berharap menjadi besar karena bisa jadi itu hanya butuh ketekunan dan kesabaran.”
Terlihat senyuman di wajah mereka, lalu keduanya merebahkan diri,meluruskan pandangan ke langit yang luas, keduanya pun terlelap dalam tidur, melepaskan lelah mereka setelah seharian bekerja.
Renungan & Hikmah :
Jangan pernah merasa malu dengan segala keterbatasan. Jangan merasa sedih dengan ketidaksempurnaan. Karena Allah, menciptakan kita penuh dengan keistimewaan. Dan karena Allah memang menyiapkan kita menjadi makhluk dengan kelebihan.