Assalamualaikum, Teh bagaimana cara mengondisikan balita untuk pisah kamar tidur dari orang tua, sedangkan sejak lahir sudah dibiasakan tidur bersama orang tua?
Hatur nuhun
Elly, Bandung
Wa’alaikumussalam Wr Wb
Bu Elly yang dirahmati Allah, mengubah kebiasaan anak yang semula tidur bersama orang tua menjadi mampu tidur di kamarnya sendiri tampaknya merupakan topik yang juga dihadapi banyak orang tua. Mudah-mudahan apa yang dipaparkan dapat menjadi salah satu masukan bagi para orang tua.
Yang perlu kita ingat adalah, masa balita dan pra-sekolah merupakan masa yang berpotensi meresahkan untuk anak. Karena di masa ini, banyak fase peralihan/perubahan dan pembiasaan yang dilakukan. Mulai dari toilet training, memulai play group atau TK, menghentikan kebiasaan minum dengan dot, mengajarkan kemampuan sesuai tahap perkembangan seperti makan sendiri dan sebagainya, hingga belajar tidur di kamarnya sendiri dan tertidur sendiri seperti pertanyaan Bu Elly. Sehingga bijak adanya ketika membuat balita kita menghadapi dan melaluinya satu persatu. Jangan sampai balita dihadapkan pada perubahan lebih dari satu. Contohnya, pemisahan tempat tidur tidak dilakukan berbarengan dengan masa toilet training, perubahan lebih dari satu akan lebih memberatkan balita secara psikis.
Ketika waktunya sudah tepat, Bu Elly dapat memulai dengan perubahan kecil. Intinya adalah bertahap melakukan “penyapihan” dari tempat tidur orang tua. Perubahan yang dilakukan secara bertahap membantu anak untuk lebih nyaman dan meminimalisir perasaan disisihkan yang dikhawatirkan banyak orang tua dan juga meminimalisir perasaan cemas pada anak.
Jika anak terbiasa tidur siang, lakukan di kamarnya untuk perkenalan tidur sendiri. Di malam hari, letakkan kasur tambahan di dalam kamar orang tua. Katakan pada anak bahwa nanti ia akan memiliki ranjangnya sendiri, dan untuk saat ini kasur tersebut adalah kasur istimewanya. Hal ini dimaksudkan untuk tetap memberikannya rasa aman dengan tetap berada dekat orang tuanya sembari membiasakannya tidur secara mandiri.
Ciptakan asosiasi tidur yang tepat. Asosiasi tidur artinya adalah rutinitas yang dilakukan sehingga pikiran serta tubuh anak mengartikannya sebagai sinyal untuk bersiap tidur. Banyak orang tua secara tidak sengaja menciptakan asosiasi tidur yang kurang tepat sehingga menambah sulit proses “penyapihan” dari kamar dan kasur orang tua dan/atau untuk mampu tertidur secara mandiri. Contohnya jika anak terbiasa tidur sembari menghisap dot, terbiasa ditepuk-tepuk agar tertidur, diayun-ayun, dan sebagainya. Mulailah ciptakan asosiasi tidur dengan sesuatu yang memudahkan anak untuk lebih mandiri dengan tidak menjadikan orang tuanya sebagai syarat utama agar sinyal “waktu tidur”-nya menyala.
Mungkin Bu Elly bisa menciptakan rutinitas lain yang membantu anak untuk mengasosiasikannya dengan waktu tidur. Misalnya, menyikat gigi, cuci kaki, mengganti baju dengan piyama atau baju tidur, mematikan televisi, membaca buku cerita kisah Nabi sebelum tidur, meredupkan lampu, dan berdoa, sebagai rutinitas baru yang nantinya akan menjadi sinyal baru bagi pikiran dan tubuh anak untuk bersiap memasuki waktu tidur. Kunci paling utama adalah konsistensi. Hal ini membantu anak untuk memprediksi situasi rutin yang akan terjadi sehingga membantunya untuk menerima rutinitas baru.
Beberapa anak terbantu dalam masa penyapihan ini ketika mereka memiliki sesuatu untuk dipeluk atau dipegang. Misalnya saja boneka, mainan, atau guling. Ibu dapat menawarkan anak untuk memilihnya sendiri. Selain itu juga, ibu dapat pula menawarkan anak untuk memilih dekorasi atau benda-benda di kamar anak sesuai keinginannya. Apakah itu motif sprei, selimut, karpet, hingga lampu tidur. Jangan lupa untuk menyiapkan senter di dekat ranjangnya jika tiba-tiba aliran listrik mati dan tidak ada penerangan sama sekali. Hal ini dimaksudkan agar anak diberi alternatif cara untuk mengatasi situasi yang tidak terduga.
Setelah beberapa minggu, jelaskan pada anak bahwa ini saatnya untuk tidur di kamarnya di malam hari, dan beri tahu anak bahwa ibu/ayah ada di balik pintu jika ia memerlukan ibu/ayah. Alternatif lain, langsung pindahkan anak ke kamarnya namun masih ditemani dengan tidur bersamanya di ranjang miliknya selama beberapa hari sementara anak menyesuaikan diri. Saat ia sudah terlihat cukup nyaman dengan kamarnya, ibu/ayah berpindah secara bertahap. Mulai dari berbaring bersamanya, lalu beberapa hari duduk di ranjangnya sampai anak tertidur, kemudian beberapa hari kemudian berpindah dari duduk di ranjang menjadi duduk di lantai. Sampai akhirnya berpindah ke dekat pintu sedikit demi sedikit. Biasanya perpindahan ini dilakukan per tiga hari. Hal ini dilakukan untuk membantu anak dalam penyesuaian, dan juga tidak dilakukan terlalu lama agar tidak tercipta asosiasi tidur yang baru.
Dalam prosesnya, anak mungkin akan menunjukkan penolakan untuk tidur di kamarnya. Daripada ibu menyerah dengan membiarkannya kembali tertidur di kamar orang tua, lebih baik cari tahu hal apa yang membuatnya ingin tidur bersama orang tua. Apakah ada sesuatu yang ia takutkan? Atau mungkin kamarnya terlalu gelap ? Atau ada suara-suara yang mungkin membuatnya tidak nyaman? Jika sudah, bantu anak dengan menghargai persepsinya dan bersama-sama mencari solusinya.
Selain itu, kita sebagai orang tua perlu meyakini bahwa anak memiliki kemampuan beradaptasi atau menyesuaikan diri. Memang satu anak dengan yang lainnya tentunya tidak sama. Ada yang prosesnya lebih sulit, bahkan ada yang lebih mudah untuk melaluinya. Konsistensi serta kesabaran orang tua dalam hal ini memiliki peran utama agar anak menguasai kebiasaan yang baru.
Selamat berikhtiar!