Puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap
muslim yang telah mencapai akil balig. Dalam Bahasa Arab, puasa berasal dari
kata shaum atau shiyam yang memiliki arti menahan.
Sementara itu, perintah berpuasa Ramadan ini salah satunya
ada dalam ayat yang masyhur berikut ini:
“Ya ayyuhallazina amanụ
kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyamu kama kutiba ‘alallazina ming qablikum la’allakum
tattaqụn.”
Yang artinya, “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Q.S.
Al-Baqarah: 183).
Baca Juga: Ini Dia Fikih Puasa yang Perlu Diketahui
Jika tidak ada alasan syar’i, maka berdosa hukumnya jika
meninggalkan puasa Ramadan. Namun, apabila ada alasan syar’i atau dalam kondisi
tertentu, maka seorang muslim diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Alasan syar’i
tersebut misalnya karena sakit, haid, nifas, sedang dalam perjalanan jauh, atau
hamil dan menyusui.
Mereka yang tidak bisa berpuasa karena alasan syar’i, maka
wajib mengganti puasanya setelah bulan Ramadan berakhir. Mengganti puasa
Ramadan disebut sebagai qadha.
Qadha Puasa di Bulan
Sya’ban
Sebaiknya jika tidak ada alasan yang syar’i memang tidak boleh
menunda-nunda meng-qadha puasa Ramadan. Mengapa? Karena meng-qadha puasa
diibaratkan sebagai utang. Dan yang namanya utang itu wajib diganti atau
dibayar. Berdosa apabila utang puasa tidak dibayar, apalagi puasa Ramadan
hukumnya adalah wajib.
Lalu, bagaimanakah jika baru bisa dan sempat meng-qadha
puasa saat memasuki bulan Sya’ban alias baru bisa selesai meng-qadha sebelum
memasuki bulan Ramadan?
Nah, menyoal hal itu ternyata pernah terjadi pada Aisyah
r.a. sang istri Nabi saw. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim, Aisyah r.a. pernah berkata seperti ini:
“Aku punya utang puasa
Ramadan, aku tak dapat meng-qadha-nya kecuali di bulan Sya’ban karena sibuk
melayani Nabi” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari hadis di atas, Aisyah r.a. sengaja mengundur waktu
meng-qadha puasa Ramadan hingga bulan Sya’ban bukan karena tanpa sebab. Karena
beliau sibuk melayani Nabi saw., maka akhirnya Aisyah r.a. mengakhirkan waktu
meng-qadha puasa Ramadan.
Baca Juga: Benarkah Rasulullah Lebih Banyak Berpuasa di Bulan Sya’ban?
Jadi, sebenarnya tidak mengapa bila meng-qadha puasa Ramadan
di bulan Sya’ban atau sebelum memasuki bulan Ramadan. Asalkan memang memiliki
alasan yang syar’i.
Alasan tersebut misalnya karena sakit, hamil, melahirkan dan
menyusui bayi, bekerja sangat berat hingga menguras tenaga, atau misalnya
melakukan perjalanan panjang yang menyulitkan ia untuk meng-qadha puasa
Ramadan.
Intinya, jika memang kondisinya memungkinkan untuk
meng-qadha puasa lebih cepat (misalnya di bulan Syawal), maka akan jauh lebih
baik.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, qadha itu adalah
utang. Dan kita tidak tahu kapan ajal akan menyapa kita. Lebih baik kita
melunasi segala utang (termasuk qadha puasa Ramadan) sebelum wafat menjemput
kita. Wallohu’alam bishawab.
Kini Sahabat pun bisa menunaikan fidyah melalui Rumah Zakat
dengan mengikuti tautan ini.
Fidyah sendiri merupakan tebusan atau ganti yang harus dibayarkan oleh mereka yang memang
tidak mampu menjalankan puasa Ramadan. Cara membayar fidyah adalah dengan memberi makan orang miskin sebanyak hari puasa yang ditinggalkan atau bisa juga dalam bentuk uang tunai seharga seporsi makan yang biasa dimakan oleh orang yang mengeluarkan fidyah. Fidyah berlaku bagi mereka yang:
1. Sudah lansia dan tidak sanggup berpuasa.
2. Orang yang sakit menahun dan tidak mampu
berpuasa.
3. Wanita hamil atau menyusui yang khawatir
terhadap kondisi janin atau bayinya.
4. Orang yang wafat tanpa uzur meninggalkan puasa.
5. Orang yang mengakhirkan qadha puasa tanpa alasan
yang syar’i.
Klik di sini untuk membayar fidyah melalui Rumah Zakat.