ADAKAH LARANGAN BERUTANG DALAM ISLAM?

oleh | Jun 29, 2023 | Inspirasi

Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia. Aturan itu
mencakup kehidupan secara menyeluruh dan spesifik. Bahkan, aturan itu berlaku mulai
dari bangun tidur hingga tidur kembali. Tentu saja adanya aturan ini pasti ada
hikmah dan nilai baiknya untuk kita.

Kita harus meyakini bahwa aturan dari Allah Swt. melalui
ayat-ayat suci Al-Qur’an dan ajaran dari Nabi Muhammad Saw. pasti ada
kebaikannya bagi kehidupan kita. Aturan tersebut bukan untuk mengekang dan
melemahkan kita, melainkan untuk melindungi kita. Aturan ini pun bisa menjaga
kita agar tetap dalam kehidupan yang tertata serta sesuai fitrahnya.  Dan salah satu hal yang diatur dalam Islam
adalah perihal utang-piutang.

Utang sendiri dalam Islam disebut juga sebagai Al-Qardh. Maknanya berarti memberikan pinjaman
harta dengan dasar rasa kasih sayang kepada mereka yang membutuhkan untuk
dimanfaatkan dengan baik, kemudian harta tersebut suatu saat nanti akan
dikembalikan kepada yang memberi pinjaman.

Baca Juga: Apakah Boleh Kurban Secara Online?

Sebenarnya, tidak ada larangan berutang dalam Islam, karena Rasulullah Saw. pun pernah berutang Selama
berutang itu bukan karena untuk hal-hal yang tidak penting, maka sebenarnya
diperbolehkan untuk berutang. Tentu saja setiap muslim jangan membudayakan diri
untuk mudah berutang dalam hal apapun, apalagi demi gaya hidup. Setiap muslim
harus belajar beikhtiar sendiri (misalnya dengan menabung) agar tidak terpaksa
berutang. Tentunya ilmu manajemen keuangan perlu dipahami oleh setiap muslim
agar tidak mudah berutang.

Jika terpaksa harus berutang, kita harus menerapkan
adab-adab berutang yang harus dijaga. Apa sajakah adab-adabnya? Berikut penjelasannya!

1. Pemberi pinjaman tidak memberikan utang
dengan bunga

Mengapa tidak boleh memberikan pinjaman
utang dengan bunga? Karena jatuhnya menjadi riba. Sementara riba sendiri
hukukmnya haram dan dilarang dalam agama Islam.

“Rasulullah
Saw. telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua
saksinya,” dan beliau bersabda, “mereka semua sama.” (H.R. Muslim)

2. Pemberi pinjaman hanya memberikan pinjaman pada
kebutuhan dasar hidup

Maksudnya, ada baiknya pemberi pinjaman tidak
memberi pinjaman untuk kebutuhan tersier yang berkaitan dengan gaya hidup. Namun,
bisa beri pinjaman terkait kebutuhan dasar atau primer yang apabila tidak
terpenuhi akan berpengaruh pada kelangsungan hidup peminjam. Menghindari memberi
pinjaman hal-hal yang tidak penting/tersier agar tidak menjadi budaya boros.

Baca Juga: Inilah Bahayanya Membungkus Daging Kurban dengan Kresek Hitam

3. Berusaha keras untuk melunasi utang

Peminjam harus berikhtiar semaksimal
mungkin agar utangnya bisa lekas lunas. Jangan menunda-nunda atau bahkan
melupakan utang. Karena perkara utang ini termasuk perkara berat yang bisa
dibawa hingga akhirat. Jadi, berusahalah dengan keras untuk melunasi utang

Rasulullah
Saw., bersabda, “Penundaan pembayaran utang bagi orang yang mampu adalah sebuah
kezaliman,” (H.R. Bukhari).

4. Tidak balas memarahi pemberi utang

Apabila misalnya pemberi utang saat menagih
utang memarahi orang yang berutang, maka yang berutang tidak boleh balas
memarahi sang pemberi utang. Termasuk juga bagi yang berutang, ia pun tidak
boleh memarahi dan berakhlak buruk kepada pemberi utang.

Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra, seorang lelaki datang kepada Nabi Saw. untuk menagih
utang, lalu ia bersikap kasar sehingga sebagian sahabat hendak memukulnya, lalu
Rasulullah Saw. bersabda, “Biarkanlah ia, karena sesungguhnya pemilik hak
memiliki hak untuk berkata-kata.” Kemudian beliau melanjutkannya, “Berikan
kepadanya seekor unta yang umurnya sama dengan unta miliknya.” Mereka berkata,
“Wahai Rasulullah, kami tidak menemukan kecuali yang lebih besar darinya.”
Beliau bersabda, “Berikan kepadanya, karena sebaik-baik kalian adalah orang
yang terbaik dalam membayar utang.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga: Apakah Utang Semasa Hidup Dibawa mati?

5. Melebihkan nominal utang

Melebihkan di sini bukan berarti riba. Melainkan
memberi sebagai ucapan terima kasih karena telah membantu memberikan pinjaman
uang. Melebihkan nominal uang bisa juga dalam bentuk uang, makanan, barang,
atau sejenisnya. Melebihkan ini boleh dilakukan apabila pemberi utang rida
menerimanya. Jika ia menolak lebih baik tidak usah.

Jabir
ra, menuturkan, “Nabi Saw., berutang kepadaku, lalu ia melunasinya dan
memberikan tambahan kepadaku.” (H.R. Muslim).

6. Mendoakan orang yang memberikan utang

Adab selanjutnya adalah mendoakan pemberi
utang. Doakan hal-hal yang baik bagi pemberi utang karena ia telah menolong
ketika dilanda kesulitan.

Abdullah
bin Abi Rabi’ah ra. menuturkan, ketika berangkat Perang Hunain, Nabi Saw.
berutang kepadanya tiga puluh atau empat puluh ribu. Ketika tiba di Madinah,
beliau membayar utangnya seraya bersabda kepadanya, “Semoga Allah melimpahkan
berkah untukmu pada keluarga dan harta kekayaanmu. Sesungguhnya balasan utang
adalah kesetiaan dan pujian.” (H.R. Ibnu Majah).

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0