ADAKAH DALIL TENTANG DIBOLEHKANNYA BERUTANG?

oleh | Mar 4, 2024 | Inspirasi

Jika kondisi sedang tidak memiliki uang atau jika ada uang
tetapi terbatas, tetapi kebutuhan mendesak harus segera terpenuhi, maka
berutang menjadi pilihan solusi.

Tak sedikit orang yang terpaksa berutang karena memang
butuh. Misalnya, ia butuh makan tetapi tidak memiliki uang, akhirnya berutang
sembako, dan lain sebagainya.

Namun, ada juga yang sengaja berutang karena ingin. Padahal
ia tidak terlalu membutuhkannya. Misalnya, berutang untuk membeli perlengkapan
masak padahal di rumahnya peralatan masak masih dalam kondisi bagus.

Lalu, bagaimana Islam menyikapi persoalan utang ini? Apakah ada
dalil khusus yang membolehkan seseorang berutang?

Utang dalam Pandangan
Islam

Utang berarti meminjam harta atau uang kepada orang lain
dengan adanya kesepakatan untuk mengembalikan harta atau uang tersebut di waktu
yang telah ditentukan bersama.

Di dalam Islam, berutang ini sebenarnya diperbolehkan. Asalkan
memang ada kebutuhan dasar atau keadaan darurat yang tidak bisa diatasi dengan
cara lain selain dengan berutang.

Apabila berutang hanya untuk gaya hidup misalnya untuk
kebutuhan sekunder atau tersier dan kita tidak benar-benar membutuhkannya, maka
tidak dianjurkan untuk berutang. Bahkan, kita pun bisa termasuk ke dalam orang
yang berlebihan.

Baca Juga: Bagaimana Jika Meninggal dalam Keadaan Berutang?

Di dalam surah Al-A’raf ayat 31, Allah Sw. berfirman bahwa
Ia tidak menyukai hamba yang berlebihan dalam segala sesuatu.

“Hai anak cucu Adam,
pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.”

Maka, berutang bisa menjadi solusi apabila kondisi memang
benar-benar mendesak atau darurat. Namun, tentu harus memperhatikan adab-adab
dalam berutang. Zalim dan berdosa hukumnya apabila berutang namun tidak mau membayar
utang tersebut.  

“Siapa saja yang berutang
lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari
kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (H.R. Ibnu Majah).

Rasulullah saw.
Pernah Berutang

Disampaikan dalam hadis riwayat Imam Bukhari, dikatakan
bahwa Rasulullah saw. pun pernah berutang sebelum beliau wafat. Utangnya
Rasulullah saw. bukan karena gaya hidup atau kemewahan, tetapi karena kebutuhan
dasar hidup.

Dari Anas bin Maik dan Aisyah diriwayatkan, “Rasulullah saw. pernah membeli makanan dari
seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan. Lalu beliau meminjamkan
(gadai) baju besi beliau kepadanya.”

Dari hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Aisyah, “Sesungguhnya Rasulullah pernah membeli
makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan sampai setahun,
kemudian beliau menggadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan) kepadanya.”

Dari hadis di atas, Rasulullah saw. berutang makanan (tepung
gandum) kepada seorang Yahudi dengan jaminan baju besi (gadai zirah) yang
disifati sebagai utang. Ini menandakan bahwa sekelas Rasulullah saw. pun semasa
hidupnya pernah berutang. Namun, beliau berutang karena hal yang sangat
mendesak, untuk keperluan makan.

Dalil Tentang Dibolehkannya Berutang pada Manusia

Memang tidak ditemukan dalil khusus yang secara eksplisit membahas tentang dibolehkannya berutang kepada manusia. Akan tetapi, ada ayat yang membahas tentang anjuran saling tolong-menolong dalam Al-Qur’an. 

Misalnya, dalam surah Al-Maidah ayat 2 ini, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Namun, banyak dalil yang membahas perihal utang. Misalnya pada hadis Rasulullah saw. berikut ini:

“Barangsiapa memberikan tempo terhadap orang yang kesulitan (untuk membayar utang), maka setiap hari(nya) ia mendapatkan pahala sedekah semisal (besar)nya (utang tersebut).” (H.R. Ahmad).

Baca Juga: Doa Ini Agar Bisa Cepat Melunasi Utang

Adab-Adab Berutang

Di dalam Islam utang itu diperbolehkan, tetapi harus
memperhatikan adab-adabnya, yakni:

1. Mencatat
utang-piutang

2. Jangan pernah berniat tidak melunasi utang

3. Jangan merasa tenang jika memiliki utang

4. Takutlah jika tidak membayar utang karena dosa
dan tidak akan masuk surga

5. Jangan menunda membayar utang

6. Tidak mempersulit dan banyak alasan saat
membayar utang

7. Tidak meremehkan utang meski sedikit

8. Tidak berbohong kepada pihak yang memberikan
utang

9. Tidak berjanji jika tidak mampu memenuhinya

10. Mendoakan orang yang telah memberi utang

Sahabat, salah satu golongan yang berhak menerima zakat
adalah gharimin atau orang yang
berutang. Mereka berasal dari keluarga tidak mampu dan terpaksa berutang untuk
keperluan makan sehari-hari.

Dengan membantu meringankan kesulitan utang mereka melalui
zakat kita, mudah-mudahan Allah Swt. pun memudahkan kesulitan dan urusan-urusan
kita.

Sahabat bisa menitipkan zakatnya kepada Rumah Zakat dengan
mengikuti tautan ini. Selain zakat, Sahabat juga bisa bersedekah dengan klik di
sini
.

 

 

 

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0