Adab Ketika Memberi Nasihat

oleh | Sep 18, 2024 | Inspirasi

Dalam kehidupan sehari-hari, memberikan nasihat merupakan bagian penting dari interaksi sosial yang diajarkan dalam Islam. Islam menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama serta membantu orang lain memperbaiki diri.

Namun, tidak semua orang memahami adab dalam memberikan nasihat, sehingga sering kali nasihat yang diberikan justru melukai hati atau bahkan memperburuk keadaan. Oleh karena itu, memahami adab ketika memberi nasihat menjadi sangat penting agar pesan yang disampaikan diterima dengan baik dan membawa manfaat.

Adab Saat Memberi Nasihat

1. Menjaga Niat

Salah satu adab yang paling utama ketika memberi nasihat adalah menjaga niat. Niat yang tulus untuk membantu orang lain karena Allah harus menjadi dasar setiap nasihat. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al-Ashfahani, para ulama salaf sangat menjaga niat mereka ketika memberikan nasihat.

Dalam kitab tersebut diceritakan bahwa Imam Hasan Al-Bashri selalu memastikan dirinya bebas dari perasaan riya atau sombong sebelum memberikan nasihat. Dengan niat yang ikhlas, nasihat yang disampaikan akan lebih mudah diterima oleh orang yang dinasihati, karena keberkahan dari keikhlasan itu sendiri.

2. Memilih Waktu dan Tempat yang Tepat

Adab lainnya yang perlu diperhatikan adalah memilih waktu dan tempat yang tepat. Memberikan nasihat di depan umum atau dalam suasana yang tidak kondusif bisa menimbulkan rasa malu atau tersinggung bagi orang yang diberi nasihat.

Dalam Hilyatul Auliya’, disebutkan bahwa para ulama salaf sering kali memberi nasihat secara sembunyi-sembunyi, dengan harapan nasihat tersebut lebih diterima dan tidak menyinggung perasaan. Sebagaimana nasihat Ibnu Sirin yang selalu menekankan agar seseorang menasihati saudaranya dengan lemah lembut dan memilih waktu yang baik, karena nasihat yang disampaikan pada waktu yang tepat dapat menenangkan hati.

3. Menggunakan Kata-Kata yang Lembut

Selain itu, sangat penting untuk menggunakan kata-kata yang lembut dan penuh kasih sayang. Rasulullah saw. telah memberikan contoh terbaik dalam hal ini. Ketika memberikan nasihat, beliau selalu menggunakan kata-kata yang penuh kelembutan dan perhatian. Hal ini ditekankan dalam Hilyatul Auliya’, di mana disebutkan bahwa para sahabat Nabi sangat berhati-hati dalam berbicara agar tidak menyakiti hati orang lain.

Imam Malik, salah seorang ulama besar yang juga disebutkan dalam Hilyatul Auliya’, sering kali memberi nasihat dengan penuh kasih sayang dan tidak pernah menggunakan kata-kata yang kasar, karena menurutnya nasihat yang disampaikan dengan kelembutan lebih efektif dalam mengubah hati seseorang.

Baca Juga: Tips Agar Selamat dari Fitnah Dajjal

4. Bersabar

Selain kelembutan, kesabaran juga merupakan bagian dari adab dalam memberi nasihat. Tidak semua nasihat akan langsung diterima, dan terkadang orang yang diberi nasihat butuh waktu untuk mencerna atau bahkan menolak pada awalnya.

Dalam Hilyatul Auliya’, kesabaran dalam memberi nasihat diibaratkan seperti seorang petani yang menanam benih. Ia tidak serta-merta melihat hasilnya, tetapi terus merawat tanaman tersebut hingga akhirnya tumbuh dan memberikan buah. Demikian pula nasihat, perlu waktu dan kesabaran hingga dapat dirasakan manfaatnya.

5. Harus Siap Menerima Masukan

Lebih jauh, seseorang yang memberi nasihat juga harus siap untuk menerima masukan. Adab ini diajarkan oleh para ulama salaf yang menyadari bahwa memberi nasihat adalah bentuk dari amar makruf nahi munkar, tetapi seorang pemberi nasihat juga harus terbuka untuk dikritik.

Dalam Hilyatul Auliya’, dikisahkan bahwa Sufyan Ats-Tsauri, seorang ulama besar, tidak pernah merasa lebih baik dari orang lain meskipun sering memberi nasihat. Ia selalu berusaha memperbaiki dirinya terlebih dahulu sebelum menasihati orang lain, dan siap menerima nasihat dari orang lain.

Dalam memberi nasihat, Imam Syafi’i juga memberikan panduan berharga yang tercatat dalam kitab Hilyatul Auliya’. Beliau menekankan pentingnya menyampaikan nasihat dengan cara yang baik dan tidak mempermalukan orang yang dinasihati.

Salah satu perkataan beliau yang terkenal adalah, “Barangsiapa menasihati saudaranya secara diam-diam, maka dia benar-benar telah menasihatinya dan memperbaikinya. Tetapi barangsiapa menasihatinya di depan umum, dia telah mempermalukan dan merendahkannya.” 

Pandangan Imam Syafi’i ini menegaskan bahwa nasihat sebaiknya disampaikan dengan bijak, di tempat yang tersembunyi dan dalam suasana yang privat, sehingga orang yang diberi nasihat tidak merasa direndahkan atau dipermalukan.

Cara yang santun dan penuh kehormatan ini memastikan bahwa nasihat lebih mudah diterima dan memberikan efek positif. Imam Syafi’i juga dikenal sebagai seorang yang sangat berhati-hati dalam memberi nasihat, ia selalu mengedepankan kelembutan dan kasih sayang, sebagaimana para ulama lainnya yang dijelaskan dalam Hilyatul Auliya’. 

Kesimpulan

Dengan memperhatikan adab-adab di atas, maka diharapkan kita semakin memahami bahwa memberi nasihat dalam Islam bukan hanya soal menyampaikan kebenaran, tetapi juga bagaimana cara kita menyampaikannya, sebagaimana yang ditekankan oleh para ulama seperti Imam Syafi’i.

Nasihat yang penuh dengan kasih sayang, kesabaran, dan disampaikan secara privat adalah kunci keberhasilan dalam membantu seseorang memperbaiki diri.

Sahabat, sudahkah berinfak di hari ini? Jika belum, yuk segera berinfak di Rumah Zakat melalui infak.id. Nikmati kemudahan dalam berinfak sehari-hari dan rasakan kebahagiaan saat diri bisa berbagi kepada sesama.

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0