ABDULLAH BIN ZUBAIR, AHLI BADAH YANG JAGO PERANG

oleh | Feb 5, 2016 | Inspirasi

Bacaan takbir dan tahlil mengiringi kaum Anshor dan Muhajirin yang bersuka cita atas lahirnya bayi pertama setelah peristiwa hijrah dari rahim Asma,putri tercinta Abu Bakar Ash Siddiq. Bayi mungil tersebut ramai-ramai dibawa berkeliling Kota Madinah setelah terlebih dahulu ditahniq dan didoakan oleh Rasulullah SAW.

Hingga akhirnya peristiwa tersebut mematahkan isu yang disebarkan kaum Yahudi, bahwa mereka telah menyantet kaum muslimin agar menjadi mandul dan tak seorang pun bayi dapat dilahirkan pasca hijrah.

Bayi tersebut diberi nama Abdullah, tumbuh cepat menjadi anak yang cerdas dan menyenangkan. Ia belum mencapai usia dewasa di zaman Rasulullah, tapi lingkungan rumah yang dipenuhi oleh generasi sahabat serta kedekatannya dengan Rasulullah menjadikan pribadinya amat menakjubkan.Bisa dibilang, Abdullah bin Zubair mendapat tempaan langsung dari manusia mulia, Rasulullah Muhammad SAW, sehingga ia menjelma menjadi remaja yang pemberani dan ahli ibadah.

Di usianya yang ke 27, Abdullah bin Zubair sudah mengikuti ekspedisi pembebasan Afrika, Andalusia dan Konstantinopel. Jumlah pasukan muslim yang hanya 20.000 orang melawan 120.000 pasukan musuh tak membuat nyalinya ciut. Baginya dan bagi semua pasukan muslim, perang adalah sarana untuk menjemput kematian, tak ada rasa gentar barang sedikit pun yang bersarang di hati mereka. Sehingga ketika pasukan muslim kerepotan menghadapi serangan bertubi-tubi dari lawan, Abdullah bin Zubair segera memikirkan strategi selanjutnya. Ia mencari titik kekuatan lawan yang bisa jadi adalah titik terlemah mereka. Ketika melihat Raja Barbar yang tak henti memompakan semangat kepada pasukannya, Abdullah bin Zubair pun berinisiatif untuk menghentikannya agar bisa menggembosi pasukan musuh.

Dengan penuh keberanian, Abdullah mencoba menembus pasukan musuh yang berlapis untuk mendekati panglima mereka. Ketika sudah sampai, ia menyabetkan pedang ke arah sang panglima, hingga membuat sang panglima tersebut tersungkur dan menghembuskan nafas terakhirnya. Panji pasukan lawan pun direbut dari tangan musuh. Ternyata dugaan Abdullah tidak meleset, segera setelah sang Raja Barbar terbunuh, pasukannya pun kocar-kacir. Kekuatan mereka seketika melemah dan akhirnya bertekuk lutut di hadapan mujahid Islam yang memang justru tengah mencari syahid.

Selain seorang jago perang, Abdullah juga seorang abid (ahli ibadah) yang khusyuk dan tawadhu. Umar bin Abdul Aziz pernah mengatakan, “Demi Allah, aku tidak pernah melihat orang seperti dia. Ketika sudah masuk dalam shalat, ia melupakan segala hal. Ketika ia ruku’ atau sujud, burung-burung kecil bertengger di punggung dan pundaknya. Karena saking lamanya ia sujud atau ruku’, burung-burung itu mengiranya sebongkah dinding dan tumpukan kain. Pernah, saat sedang shalat, sebuah batu manjaniq melesat tepat di depannya, tapi ia tak terpengaruh sama sekali. Bahkan, tidak merasakan keberadaan batu itu. Ia tidak memotong bacaannya atau mempercepat ruku.”

Setelah wafatnya Khalifah Utsman, Abdullah bin Zubair tetap setia mendampingi Ali bin Abi Thalib. Bahkan hingga Ali diturunkan dan kemudian tewas, ia tetap menolak untuk berbai’at kepada Mu’awiyah pun kepada Yazid, anak Mu’awiyah yang kemudian menjadi khalifah selanjutnya. Hingga pasca penolakan tersebut, Abdullah bin Zubair memutuskan untuk pindah ke Mekah. Karena pemerintahan Yazid terbukti semakin kacau dan menginjak nilai-nilai Islam. Pembunuhan Husein bin Ali, cucu Rasulullah SAW di Padang Karbala serta penyeran gan Kota Madinah semua dilakukan oleh Yazid.

Setelah sikap penolakannya terhadap Yazid ini, Abdullah bin Zubair pindah ke Makkah, begitu juga dengan Husein bin Ali yang juga dengan tegas menyatakan penolakannya. Ia ingin mengisi waktunya dengan lebih banyak ibadah, dan meninggalkan suasana “politik” yang penuh fitnah. Tetapi pena takdir telah menetapkan ia harus mengarungi jalan dan suasana tersebut untuk menemukan syahidnya. Selalu saja ada yang datang untuk berdiri di belakang dirinya, menyokong sikap-sikapnya, dalam melakukan perlawanan terhadap berbagai kedzaliman yang dilakukan oleh Yazid sebagai pihak penguasa.
Ibnu Zubair tewas saat terjadi pengepungan Kota Mekah oleh Hajjaj bin Yusuf ats Tsaqafi dan pasukannya. Khalifah penerus Bani Umayyah tersebut mengepung Mekah selama berbulan-bulan, hingga sebagian besar pasukan Abdullah bin Zubair menyerah dan membelot karena kekurangan dan kelaparan.

Ketika Abdullah bin Zubair pamit kepada Asma, Asma memeluk putranya dengan erat. Seketika itu pula tangan Asma menyentuh bajubesi yang dikenakan anaknya, kemudian ia berkata, “Apa-apaan ini Abdullah! Orang yang memakai ini, hanyalah mereka yang tidak menginginkan apa yang sebenarnya engkau inginkan yaitu sayhid!”

Akhirnya Abdullah bin Zubair melepas baju besi tersebut dan melanjutkan peperangan yang tidak seimbang tersebut hingga syahid menjemput. Dan Hajjaj yang telah terkenal kekejamannya menyalib serta menyayat tubuh Abdullah b in Zubair yang telah kaku. Tentu Abdullah bin Zubair tak lagi merasa sakit meski disiksa begitu rupa, sebab ruhnya tengah tersenyum menyambut panggilan dari Rabb tercinta.

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0